BERITASIARAN - Sebanyak 250 mantan anggota intelijen Israel, Mossad, menandatangani petisi yang meminta Israel untuk menghentikan serangan di Gaza. Petisi ini muncul saat Israel masih melanjutkan kampanye militernya terhadap milisi Hamas. Dalam petisi, mereka mendesak pemerintah Israel untuk fokus pada pengembalian para sandera daripada melanjutkan perang.
Petisi ini juga mengecam serangan Israel yang meningkat sejak gencatan senjata dibatalkan pada Maret, yang dianggap dipicu oleh kepentingan politik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Surat tersebut menyatakan bahwa perang lebih mengutamakan kepentingan politik pribadi daripada keamanan.
Sebelumnya, hampir 1. 000 mantan prajurit angkatan udara Israel menandatangani petisi serupa yang mendukung penghentian perang. Pada hari yang sama, lebih dari 1. 500 mantan prajurit dari korps lapis baja dan pasukan terjun payung juga menyerukan gencatan senjata.
Kolonel Rami Matan, penulis surat, menekankan pengalaman para prajurit yang telah berjuang dan membayar harga yang mahal, mendorong mereka untuk menyerukan gencatan senjata. Mereka percaya keputusan Netanyahu untuk menyerang Gaza dipengaruhi oleh tekanan dari partai-partai sayap kanan dalam koalisinya yang mengancam pemerintahan jika Hamas tidak dihancurkan.
Netanyahu merespons dengan menyebut surat itu ditulis oleh kelompok ekstrem yang berusaha merusak masyarakat Israel dan memerintahkan pemecatan semua prajurit cadangan yang menandatangani petisi. Israel dan Hamas telah bernegosiasi di Kairo dengan bantuan Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, dan sedang berusaha mencapai kesepakatan gencatan senjata setelah gencatan senjata sebelumnya gagal.
Israel dilaporkan mengusulkan kesepakatan untuk membebaskan 10 sandera, tetapi tanpa memberikan rincian penuh. Hamas menegaskan bahwa mereka bersedia membebaskan semua tawanan Israel dengan syarat kesepakatan tukar tahanan yang serius dan penghentian perang.
Narasumber https://beritasiaran.blogspot.com/